Teori Komunikasi Massa

Pendahuluan
Era globalisasi mempengaruhi kompleksitas sistem sosial budaya masyarakat. Perkembangan media massa semakin pesat ketika terjadi perubahan dramatis dalam teknologi komunikasi. Pesatnya kemajuan sistem teknologi informasi, telah memberikan dampak negatif maupun positif terhadap perubahan global dan signifikan bagi pola hidup masyarakat. Komunikasi massa merupakan komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak maupun elektronik yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang melembagakan dan ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar dibanyak tempat , anonim dan heterogen. Laju perkembangan komunikasi massa begitu cepat dan memiliki bobot nilai tersendiri pada setiap sisi kehidupan sosial budaya yang sarat dengan perubahan perilaku masyarakat. Budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi dan pada gilirannya komunikasipun turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya. “ Budaya adalah komunikasi” dan “ Komunikasi adalah budaya “.
Demikian juga perkembangan dampak dan efek media menjadi sangat penting dalam kehidupan sosial budaya dan perilaku di masyarakat. Kompleksitas sistem sosial budaya masyarakat mempengaruhi sistem budaya informasi dan komunikasi yang semakin harus bisa mengikuti perkembangan dinamika masyarakat. Media komunikasi massa telah memainkan peran yang cukup besar dalam perubahan budaya dan perilaku masyarakat indonesia pada umumnya.

Pengertian Komunikasi

• Etimologi :
Komunikasi berasal dari kata communication (Inggris) atau communicatio (Latin) yang berasal dari kata communis yang artinya sama makna.
• Terminologi :
Carl I Hovland: Ilmu komunikasi adalah “upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi serta bentukan pendapan dan sikap”. Menurutnya: “komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain”.
“Komunikasi ialah proses melalui mana berbagai individu – dalam hubungan, kelompok, organisasi, dan masyarakat—menanggapi dan menciptakan pesan-pesan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan individu lainnya”.
Dalam proses komunikasi dapat dibedakan menjadi dua, antara lain ;
• Komunikasi secara primer :
Proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Mis: bahasa, kial/gestur, isyarat, gambar, warna, dll yang secara langsung dapat menterjemahkan perasaan komunikator kepada komunikan. (Langsung/tatap muka)
• Komunikasi secara sekunder :
Proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Mis: surat, telepon, faks, surat kabar, majalah, tabloid, televisi, film, sms, email, webcam, blog, fs/fb, dll (Media massa. Nirmassa, nonmassmedia)
Komunikasi Massa
Komunikasi yang melibatkan pelaku yang berjumlah relatif besar (Brent & Ruben, 1998; McQuail, 2000) à Komunikasi + Massa. Namun paling tidak ada beberapa tinjauan untuk melihat istilah ini (Brent & Ruben, 1998; McQuail, 2000) à melibatkan massa:
a. Aspek produksi pesan
b. Aspek distribusi pesan
c. Aspek penggunaan media
d. Aspek penerimaan pesan
Definisi lain yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner, yakni komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang ( mass communication is message communicated through a mass medium to a large number of people ). Dari definisi tersebut, dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus menggunakan media massa. Jadi, sekalipun komunikasi itu disampaikan kepada khalayak yang banyak, bertempat tinggal yang jauh ( terpencar ), sangat heterogen dan menimbulkan efek tertentu, seperti rapat akbar dilapangan luas yang dihadiri oleh ribuan, bahkan puluhan ribu orang, jika tidak menggunakan media massa, maka itu bukan komunikasi massa. Media komunikasi massa adalah radio siaran dan televisi – keduanya disebut dengan media elektronik; surat kabar atau majalah dikenal sebgai media cetak; serta media film.
Hubungan Ilmu Komunikasi dan Kajian Komunikasi Massa
• Mass communication hanyalah salah satu topik diantara ilmu-ilmu sosial, dan hanya satu bagian dari pembahasan mengenai human communication. Mass communication ialah proses transmisi pesan melalui media massa kepada audiens dengan harapan menimbulkan efek/pengaruh tertentu.
• Berger dan Chaffee (1987:17): ilmu komunikasi ialah ilmu yang berusaha untuk memahami produksi, proses, pengaruh simbol dan sistem tanda dengan cara melakukan pengujian terhadap teori-teori itu.
Pengaruh Komunikasi Massa terhadap individu dapat dikategorikan ;
 Studi tentang komunikasi massa pada umumnya membahas tentang efek.
 Dua Aliran menyangkut komunikasi massa:
1. Aliran pertama, beranggapan bahwa media massa memiliki efek yang langsung
dapat mempengaruhi individu sebagai audience.
2. Aliran kedua, beranggapan bahwa proses pengaruh dari media massa tidak terjadi secara langsung, melainkan melalui perantaraan hubungan komunikasi antarpribadi.

Karakteristik Komunikasi Massa
Onong Effendi (1993 : 81) mengemukakan Karakteristik Komunikasi Massa adalah :
a. Komunikasi massa bersifat umum; pesan komunikasi yang disampaikan melalui media massa adalah terbuka untuk semua orang.

b. Komunikan bersifat heterogen; sejumlah orang yang disatukan oleh suatu minat yang sama yang mempunyai bentuk tingkah laku yang sama dan terbuka bagi pengaktifan tujuan yang sama; meskipun orang-orang tersebut tidak saling mengenal, berinteraksi secara terbatas, dan tidak terorganisasikan.

c. Media massa menimbulkan keserempakan; keserempakan kontak dengan sejumlah besar penduduk dalam jarak yang jauh dari komuniukator, dan penduduk tersebut satu sama lainnya berada dalam keadaan terpisah.

d. Hubungan komunikator-komunikan bersifat non pribadi; komunikan yang anonim dicapai oleh orang-orang yang dikenal hanya dalam perananya yang bersifat umum sebagai komunikator. Komunikasi dengan menggunakan media massa ini berlaku dalam satu arah (one way communication).

Teori dan Model Komunikasi Massa

Teori Jarum Hipodermik (Hypodermic Needle Model) dari Elihu Katz.
Teori ini berkembang di sekitar tahun 1930 hingga 1940an. Dan ini merupakan teori media massa pertama yang ada. Teori ini mengasumsikan bahwa komunikator yakni media massa digambarkan lebih pintar dan juga lebih segalanya dari audience.
Teori ini memiliki banyak istilah lain. Biasa kita sebut Hypodermic needle ( teori jarum suntik ), Bullet Theory ( teori peluru ) transmition belt theory ( teori sabuk transmisi ). Dari beberapa istilah lain dari teori ini dapat kita tarik satu makna , yakni penyampaian pesannya hanya satu arah dan juga mempunyai efek yang sangat kuat terhadap komunikan. Prinsip stimulus-respons telah memberikan inspirasi pada teori jarum hipodermik. Suatu teori klasik mengenai proses terjadinya efek media massa yang sangat berpengaruh.
Teori ini muncul pada 1950an oleh Wilbur Schram, kemudian dicabut kembali pada tahun 1970an karena khalayak sasaran media massa ternyata tidak pasif. Hal ini didukung oleh Lazarsfeld dan Raymond Bauer. Lazarsfeld mengatakan bahwa khalayak yang diterpa peluru tidak jatuh terjerembab (peluru tidak menembus, efek tidak seuai dengan tujuan pnembak, sasaran senang ditembak). Sedangkan Bauer menyatakan bahwa khalayak sebenarnya tidak pasif (mencari yang diinginkan dari media massa). Pada tahun 1960an, muncul teory limited effect model oleh Hovland. Dia menyatakan bahwa pesan komunikasi efektif dalam menyebarkan informasi, bukan untuk mengubah perilaku. Coooper dan Jahoda menunjukan bahwa persepsi selektif mengurangi efektivitas suatu pesan.
Jarum Hipodermik pada hakekatnya adalah model komunikasi searah, berdasarkan anggapan bahwa mass media memiliki pengaruh langsung, segera dan sangat menentukan terhadap audience. Mass media merupakan gambaran dari jarum raksasa yang menyuntik audience yang pasif. Pada umumnya khalayak dianggap hanya sekumpulan orang yang homogen danmudah dipengaruhi. Sehingga, pesan-pesan yang disampaikan pada mereka akan selalu diterima, bahwa media secara langsung dan cepat memiliki efek yang kuat tehadap komunikan.

Dari beberapa sumber teori ini bermakna :
• Memprediksikan dampak pesan pesan komunikasi massa yang kuat dan kurang lebih universal pada semua audience ( Severin, Werner J.2005: 314
• Disini dapat dimaknai bahwa peran media massa di waktunya ( sekitar tahun 1930an ) sangat kuat sehingga audience benar mengikuti apa yang ada dalam media massa. Selain itu teori ini juga di maknai dalam teori peluru karena apa yang di sampaikan oleh media langsung sampai terhadap audience. ( Nurudin . 2007 : 165
• Kekuatan media yang begitu dahsyat hingga bisa memegang kendali pikiran khalayak yang pasif dan tak berdaya.
Dari sini kita ketahui bahwa teori peluru adalah :
Sebuah teori media yang memiliki dampak yang kuat terhadap audiencenya sehingga tak jarang menimbulkan sebuah budaya baru dan penyaampaiannya secara langsung dari komunikator yakni media kepada komunikan ( audience ).

Dari uraian tersebut diatas, dapat diambil contoh pada iklan air mineral yang bermerek Aqua. Dimana pada saat produk air mineral ini dipublikasikan, secara langsung bisa mempengaruhi asumsi khalayak bahwasanya air mineral itu adalah aqua. Sehingga sampai saat ini aqua sudah terdoktrin di ingatan khalayak. Walaupun sudah banyak merek-merek air mineral yang bermunculan.

Kelemahan dan kekuatan Teori Jarum Hipodermik
Pada dasarnya setiap theory memmpunyai kekuatan dan juga kelemahan. Dan tentunya beberapa teori tersebut hanya bisa berkembang di masanya dan juga mengalami penyempurnaan seperti teori ini yang juga terus mengalami perkembangan.
Kekuatan teori jarum suntik :
• media memiliki peranan yang kuat dan dapat mempengaruhi afektif, kognisi dan behaviour dari audiencenya.
• Pemerintah dalam hal ini penguasa dapat memanfaatkan media untuk kepentingan birokrasi ( negara otoriter )
• Audience dapat lebih mudah di pengaruhi.
• Pesanya lebih mudah dipahami.
Sedikit kontrol karena masyarakat masih dalam kondisi homogen.
Kelemahan teori jarum suntik :
• Keberadaan masyarakat yang tak lagi homogen dapat mengikis teori ini
tingkat pendidikan masyarakat yang semakin meningkat.
• Meningkatnya jumlah media massa sehingga masyarakat menentukan pilihan yang menarik bagi dirinya.
• Adanya peran kelompok yang juga menjadi dasar audience untuk menerima pesan dari media tersebut.

Teori Kultivasi
Gagasan tentang cultivation theory atau teori kultivasi untuk pertama kalinya dikemukakan oleh George Gerbner bersama dengan rekan-rekannya di Annenberg School of Communication di Universitas Pannsylvania tahun 1969 dalam sebuah artikel berjudul the televition World of Violence. Artikel tersebut merupakan tulisan dalam buku bertajuk Mass Media and Violence yang disunting D. Lange, R. Baker dan S. Ball (eds).
Awalnya, Gerbner melakukan penelitian tentang “Indikator Budaya” dipertengahan tahun 60-an untuk mempelajari pengaruh menonton televisi. Dengan kata lain, Gerbner ingin mengetahui dunia nyata seperti apa yang dibayangkan, dipersepsikan oleh penonton televisi itu? Itu juga bisa dikatakan bahwa penelitian kultivasi yang dilakukannya lebih menekankan pada “dampak” (Nurudin, 2004: 157). Menurut Wood (2000) kata ‘cultivation’ sendiri merujuk pada proses kumulatif dimana televisi menanamkan suatu keyakinan tentang realitas sosial kepada khalayaknya.
Teori kultivasi muncul dalam situasi ketika terjadi perdebatan antara kelompok ilmuwan komunikasi yang meyakini efek sangat kuat media massa (powerfull effects model) dengan kelompok yang mempercayai keterbatasan efek media (limited effects model), dan juga perdebatan antara kelompok yang menganggap efek media massa bersifat langsung dengan kelompok efek media massa bersifat tidak langsung atau kumulatif. Teori kultivasi muncul untuk meneguhkan keyakinan orang, bahwa efek media massa lebih besifat kumulatif dan lebih berdampak pada tataran sosial-budaya ketimbang individual.
Menurut Signorielli dan Morgan (1990 dalam Griffin, 2004) analisis kultivasi merupakan tahap lanjutan dari paradigma penelitian tentang efek media, yang sebelumnya dilakukan oleh George Gerbner yaitu ‘cultural indicator’ yang menyelidiki: a) proses institusional dalam produksi isi media, b) image (kesan) isi media, dan c) hubungan antara terpaan pesan televisi dengan keyakinan dan perilaku khalayak.
Teori kultivasi ini di awal perkembangannya lebih memfokuskan kajiannya pada studi televisi dan audience, khususnya pada tema-tema kekerasan di televisi. Tetapi dalam perkembangannya, ia juga bisa digunakan untuk kajian di luar tema kekerasan. Misalnya, seorang mahasiswa Amerika di sebuah universitas pernah mengadakan pengamatan tentang para pecandu opera sabun (heavy soap opera). Mereka, lebih memungkinkan melakukan affairs (menyeleweng), bercerai dan menggugurkan kandungan dari pada mereka yang bukan termasuk kecanduan opera sabun (Dominick, 1990).
Gerbner bersama beberapa rekannya kemudian melanjutkan penelitian media massa tersebut dengan memfokuskan pada dampak media massa dalam kehidupan sehari-hari melalui Cultivation Analysis. Dari analisis tersebut diperoleh berbagai temuan yang menarik dan orisional yang kemudian banyak mengubah keyakinan orang tentang relasi antara televisi dan khalayaknya berikut berbagai efek yang menyertainya. Karena konteks penelitian ini dilakukan dalam kaitan merebaknya acara kekerasan di televisi dan meningkatnya angka kejahatan di masyarakat, maka temuan penelitian ini lebih terkait efek kekerasan di media televisi terhadap persepsi khalayaknya tentang dunia tempat mereka tinggal.
Salah satu temuan terpenting adalah bahwa penonton televisi dalam kategori berat (heavy viewers) mengembangkan keyakinan yang berlebihan tentang dunia sebagai tempat yang berbahaya dan menakutkan. Sementara kekerasan yang mereka saksikan ditelevisi menanamkan ketakutan sosial (sosial paranoia) yang membangkitkan pandangan bahwa lingkungan mereka tidak aman dan tidak ada orang yang dapat dipercaya. Gerbner berpendapat bahwa media massa menanamkan sikap dan nilai tertentu. Media pun kemudian memelihara dan menyebarkan sikap dan nilai tersebut antar anggota masyarakat, kemudian mengiktannya bersama-sama pula. Media mempengaruhi penonton dan masing-masing penonton itu menyakininya. Jadi, para pecandu televisi itu akan punya kecenderungan sikap yang sama satu sama lain.

George Gerbner “the television Word of Violence”.
Asumsi Teori:
 Televisi merupakan media yang unik
 Semakin banyak seseorang menghabiskan waktu untuk menonton televisi, semakin kuat kecenderungan orang menyamakan realitas televisi dengan realitas sosial.
 Light viewers (penonton ringan) cenderung menggunakan jenis media dan sumber informasi yang lebih bervariasi. Sementara Heavy viewers (penonton berat) cenderung mengandalkan televisi sebagai sumber informasi mereka.
 Terpaan pesan televisi yang terus menerus menyebabkan pesan tersebut diterima khalayak sebagai pandangan konsensus masyarakat.
 Televisi membentuk mainstreaming (kemampuan memantapkan dan menyeragamkan berbagai pandangan di masyarakat tentang dunia di sekitar mereka) dan resonance (pengaruh pesan media dalam persepsi realita dikuatkan ketika apa yang dilihat orang di televisi adalah apa yang mereka lihat dalam kehidupan nyata.
 Perkembangan teknologi baru memperkuat pengaruh televisi.

Para pecandu berat televisi (heavy viewers) akan menganggap bahwa apa yang terjadi di televisi itulah dunia senyatanya. Misalnya, tentang perilaku kekerasan yang terjadi di masyarakat. Para pecandu berat televisi akan mengatakan sebab utama munculnya kekerasan karena masalah sosial (karena televisi yang ditonton sering menyuguhkan berita dan kejadian dengan motif sosial sebagai alasan melakukan kekerasan). Pada hal bisa jadi sebab utama itu lebih karena keterkejutan budaya (cultural shock) dari tradisional ke kehidupan modern. Teori kultivasi berpendapat bahwa pecandu berat televisi membentuk suatu realitas yang tidak konsisten dengan kenyataan.
Termasuk di sini konflik antara orang tua dan anak. Kognisi penonton akan mengatakan saat ini semua anak memberontak kepada orang tua tentang perbedaan antara keduannya, seperti “orang tua kuno, ketinggalan zaman.” Mereka yakin bahwa televisi adalah potret sesungguhnya dunia nyata. Padahal seperti yang bisa dilihat, tidak sedikit anak-anak yang masih hormat atau bahkan masih mengiyakan apa yang dikatakan orang tua mereka.
Pada kateori aplikasi teori kultivasi dalam kaca mata kekerasan, Gerbner juga berpendapat bahwa gambaran tentang adegan kekerasan di televisi lebih merupakan pesan simbolik tentang hukum dan aturan, alih-alih perilaku kekerasan yang diperlihatkan di televisi merupakan refleksi kejadian di sekitar kita. Jika adegan kekerasan itu merefleksikan aturan hukum yang tidak bisa mengatasi situasi, seperti yang digambarkan dalam adegan televisi, bisa jadi yang terjadi sebenarnya juga demikian. Jadi, kekerasan yang ditayangkan di televisi dianggap sebagai kekerasan yang memang sedang terjadi di dunia ini. Aturan hukum yang biasa digunakan untuk mengatasi perilaku kejahatan yang dipertontonkan di televisi akan dikatakan bahwa seperti itulah hukum kita sekarang ini.
Jika kita menonton acara seperti Buser (SCTV), Patroli (Indosiar), Sergap (RCTI), Brutal (Lativi) dan TKP malam (TV7), akan terlihat beberapa perilaku kejahatan yang dilakukan masyarakat. Dalam acara tersebut tidak sedikit kejahatan yang bisa diungkap. Dalam pandangan kultivasi dikatakan adegan kekerasaan yang disajikan oleh televisi tersebut menggambarkan dunia kita yang sebenarnya. Para pecandu berat televisi akan beranggapan bahwa harus hati-hati keluar rumah karena kejahatan sudah mengincar kita, dan setiap orang tidak bisa dipercaya, boleh jadi kita akan menjadi korban selanjutnya dari kejahatan. Apa yang ditayangkan televisi tersebut dianggap bahwa di Indonesia kejahatan itu sudah sedemikian mewabah dan kuantitasnya semakin meningkat dari waktu ke waktu. Ini menggambarkan bagaimana dunia kejahatan yang ada di Indonesia.
Contoh lain sinetron yang lagi merebak sekarang di berbagai stasiun televisi kita, antara lain sinetron Rahasia ilahi yang hampir ditanyangkan oleh semua televisi swasta. Para pecandu berat televisi (heavy viewers) akan menganggap bahwa apa yang terjadi di televisi itulah dunia realitas. Mereka beranggapan bahwa tuhan Islam itu kejam, pendendam, tukang siksa dan sebagainya. Seperti itulah anggapan orang terhadap tuhan Islam. Pada hal tuhan Islam (Allah SWT) yang sebenarnya adalah Zat yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang tidak seperti yang tergambarkan pada beberapa adegan pada sinetron Rahasia Ilahi.
Demikian sekelumit contoh-contoh aplikasi teori kultivasi. Teori kultivasi sebenarnya menawarkan kasus yang sangat masuk akal, khususnya dalam tekannya pada kepentingan televisi sebagai media dan fungsi simbolik di dalam konteks budaya. Akan tetapi, teori ini tidak lepas dari sasaran kritik. Gerbner telah dikritik karena terlalu menyederhanakan permasalahan. Perilaku kita boleh jadi tidak hanya dipengaruhi oleh televisi, tetapi oleh banyak media yang lain, pengalaman langsung, orang lain yang berhubungan dengan kita dan sebagainya.

Two step flow theory (teori komunikasi dua tahap) dari Katz dan Lazarsfeld

Media Massa —> Pesan-pesan —> Opinion Leaders—> Followers (Mass Audience)

Konsep komunikasi dua tahap (two step flow of communication) pada awalnya berasal dari Paul Felix Lazarsfeld, Bernard Berelson dan Hazel Gaudet yang berdasarkan pada penelitiannya menyatakan bahwa ide-ide seringkali datang dari radio dan surat kabar yang ditangkap oleh pemuka pendapat (opinion leaders) dan dari mereka ini berlalu menuju penduduk yang kurang giat. Hal ini pertama kali diperkenalkan oleh Lazarsfeld pada tahun 1944. Kemudian dikembangkan oleh Elihu Katz di tahun 1955.
Pada awalnya para ilmuan berpendapat bahwa efek yang diberikan media massa berlaku secara langsung seperti yang dikatakan oleh teori jarum suntik. Akan tetapi Lazarsfeld mempertanyakan kebenarannya. Pada saat itu, mungkin saja dia mempertanyakan apa hubungan antara media massa dan masyarakat pengguna media massa saat kampanye pemilihan presiden berlangsung. Selain itu keingintahuan Lazarsfeld terhadap apa saja efek yang diberikan media massa pada masyarakat pengguna media massa pada saat itu serta cara media massa menyampaikan pengaruhnya terhadap masyarakat.
Lazarsfeld yang pada saat itu melakukan observasi yang kemudian menemukan kesimpulan yang sedikit bertolak belakang dengan apa yang diyakini sebelumnya. Hal yang ditemukan Lazarsfeld bahwa terdapat banyak hal yang terjadi saat media massa menyampaikan pesannya. Cara kerja media massa dalam mempengaruhi opini masyarakat terjadi dalam dua tahap. Disebut dua tahap karena model komunikasi ini dimulai dengan tahap pertama sebagai proses komunikasi massa, yaitu sumbernya adalah komunikator kepada pemuka pendapat. Kedua sebagai proses komunikasi antarpersonal, yaitu dimulai dari pemuka pendapat kepada pengikut-pengikutnya. Proses tersebut bisa digambarkan seperti bagan di bawah ini:
 Teori ini berasumsi bahwa media tidak membuat orang langsung terpengaruh oleh muatan informasi yang dibawahnya.
 Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa proses pengaruh terjadi justeru melalui perantaraan orang-orang yang dikenal dengan sebutan pemuka pendapat (opinion leader).
 Pemuka pendapat ini pula yang berperan dalam merekomendasikan dan mengkonfirmasi perubahan sikap dan perilaku masyarakat di sekitarnya.
 Jadi, pemimpinlah yang menjadi target pesan media massa, yang diharapkan dapat mempengaruhi pendapat para pengikutnya (Josep A Devito, 1997)
Teori ini memperlihatkan bahwa pengaruh media itu kecil, ada variabel lain yang lebih bisa mendominasi dalam mempengaruhi masing-masing penonton. Hal ini dapat dicontohkan pada dua orang yang sedang menonton sebuah iklan motor di TV. Orang pertama berkeyakinan bahwa motor yang ditayangkan dalam iklan tersebut adalah paling bagus daripada motor lainnya, karena ia pun telah mencoba dan membuktikannya. Dan akhirnya ia menceritakan hal itu kepada penonton lain yang kebetulan sedang mencari motor yang dianggap baik pula. Setelah itu, penonton kedua pun mendapat keyakinan yang sama,

Sehingga ia membeli motor yang serupa. Dari contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel lain yang dianggap lebih bisa mendominasi daripada media adalah seseorang terdekat yang memberi pengaruh kuat pada orang lainnya.

Kelemahan:

• Kurang memperhatikan audiens, karena tidak memperhatikan aliran pesan kepada audiens
• Model ini juga tidak menunjukkan dampak media kepada audiens, karena yang dilihat hanya aspek penafsiran pemimpin opini meskipun pesan-pesan yang disampaikan berasal dari media massa.

Kritik Wilbur Schramm & William Porter (1982):

• Tidak selalu informasi yang disampaikan media massa (mis. TV) proses penerimaannya berdasarkan pertimbangan opinion leader.
• Biasanya para opinion leader memiliki SSE, SSP, SSP lebih tinggi daripada audiens, jadi mereka terbiasa dengan komunikasi massa dibandingkan para pengikutnya.
Uses and Gratification
Teori yang dikemukakan oleh Blumler, Gurevitch dan Katz (Griffin, 2003) ini menyatakan bahwa pengguna media memainkan peran yang aktif dalam memilih dan menggunakan media. Pengguna media menjadi bagian yang aktif dalam proses komunikasi yang terjadi serta berorientasi pada tujuannya dalam media yang digunakannya. Littlejohn menyatakan bahwa teori ini menekankan fokus pada individu khalayak ketimbang pesan dari media itu sendiri.
Model Uses and Gratification yang dikemukakan oleh Elihu Katz (1974), mengemukakan bahwa khalayak aktif menggunakan media massa dan karena adanya dorongan untuk memenuhi kebutuhan.
Apa yang mendorong anda menggunakan media massa ? Alasan-alasan apa yang mendasari anda mengunakan suatu jenis media ? Dalam situasi dan kondisi bagaimana anda menggunakan media massa ? Cukupkah satu jenis media memenuhi kebutuhan anda, ataukah anda menggunakan lebih dari satu jenis media untuk informasi yang sama atau jenis media yang berbeda untuk informasi yang berbeda ? Apakah anda menggunakan media sambil melakukan aktifitas lain ? Apakah anda mendasarkan pendapat anda pada media tertentu dan mengunakan media massa secara rutin, pada saat membutuhkan saja atau karena terpaksa menggunakan suatu jenis media tertentu (karena tidak ada pilihan) ? Dan sekian banyak pertanyaan yang berkaitan dengan perpektif Uses and Gratification (penggunaan dan kepuasan).
Menurut Blumler dan Katz (1974, dalam Fiske, 2007:213-214) beberapa asumsi mendasar dari uses and gratifications adalah sebagai berikut:
1) Khalayak itu aktif. Khalayak bukanlah penerima yang pasif atas apa pun yang media siarkan. Khalayak memilih dan menggunakan isi program.
2) Para anggota khalayak secara bebas menyeleksi media dan program-programnya yang terbaik yang bisa mereka gunakan untuk memuaskan kebutuhannya.
3) Media bukanlah satu-satunya sumber pemuasan kebutuhan.
4) Orang bisa atau dibuat bisa menyadari kepentingan dan motifnya dalam kasus-kasus tertentu.
5) Pertimbangan nilai tentang signifikansi kultural dari media massa harus dicegah. Semisal, tidaklah relevan untuk menyatakan program-program infotainment itu sampah, bila ternyata ditonton oleh sekian juta penonton.
Faktor personal yaitu demografis individu seperti faktor usia, jenis kelamin, pendidikan, penghasilan, pengetahuan dan psikologis dsb serta faktor lingkungan sosial seperti organisasi, sistem sosial, dan struktur sosial dan sebagainya sebagai antesenden pada motif orang. Sedangkan motif sendiri dapat diartikan sebagai dorongan pada diri individu untuk bereaksi tertentu pada situasi dan kondisi tertentu, termasuk pada saat dihadapkan dengan media massa. Berbagai macam kebutuhan yang memotivasi orang mengapa mengunakan media.
Tingkatan kebutuhan yang dimaksud dapat dilihat pada apa yang disampaikan oleh Maslow, maupun klasifikasi kebutuhan dalam proses komunikasi massa yang disampaikan oleh Katz dalam Severin and Tankard (1997:333), yaitu :

1. Coqnitive Needs ( memperoleh informasi, pengetahuan dan pengertian)
2. Affective Needs (pemenuhan kebutuhan emosi dan estetika)
3. Personal integration Needs (kredibilitas, konfiden, status dan stabilitas)
4. Social Integration Needs (kontak dengan famili, kawan, dan penerimaan oleh lingkungan)
5. Tention and relax needs ( kebutuhan untu melepas kejenuhan, rilek, hiburan, sesuatu yang berubah / berbeda dari rutinitas).
Mc Quail, Blumer, Brown (1972) dalam Severin and Tankard (1997: 332) mengkategorikan “kebutuhan dan gratifikasi khalayak” adalah:
1. Divertion (escape from routine and problem (lepas dari rutinitas dan masalah sehari- hari), pemenuhan kebutuhan emosi; santai, senang, hiburan dsb)
2. Personal relationship (informasi dari media sebagai bahan untuk sosialisasi dengan orang lain)
3. Personal indentity or individual Psycology (mencari penguatan atau peneguhan indentitan diri, memperoleh pengetahuan, pengertian, dan mempelajari realitas yang ada)
4. Survenillance (informasi tentang sesuatu hal, yang mungkin dibutuhkan pada suatu waktu tertentu olehnya)
Sebelum mengunakan media, khalayak memiliki harapan-harapan tertentu sebelum menggunakan media, seberapa besar media yang ia gunakan dapat memenuhi sekian banyak jenis kebutuhan? Harapan penguna tentunya berbagai kebutuhan tersebut dapat semuanya dapat dipenuhi media massa yang jumlahnya tidak banyak dan tidak sulit mendapatkanya. Namun kalau melihat tidak terbatasnya motif dan kebutuhan manusia prioritas harapan khalayak sebagai hal yang realistik yang mengarahkan pola pengunaan media.
Sedangkan pola pengunaan media dapat diartikan sebagai jumlah waktu (durasi), frekuensi, tingkat perhatian dan keterlibatan ia mengunakan media. Semakin banyak waktu yang dialokasikan dan frekuensi mengunakan media akan memperbesar jenis media dan jenis isi yang diperolehnya, demikian juga tingkat perhatian ia pada saat ia mengunakan media akan membedakan persepsinya pada isi media.
Seberapa besar intensitas kepuasan ia setelah mengunakan suatu jenis media? Dapatkah kebutuhan tersebut dipenuhi oleh satu jenis media massa atau lebih jenis media massa, ataukah harus dipenuhi pula oleh media komunikasi yang lain (face to face communication, komunikasi dengan kelompok pergaulan dsb). Dengan demikian efek yang dapat dijelaskan dalam model ini adalah sejauhmana pemuasan berbagai kebutuhan dan konsekuensi lain setelah mengunakan media massa.
Katz melihat alasan penggunaan media massa dengan motif (dorongan dari dalam diri untuk bereaksi tertentu dan dalam siatuasi tertentu) dan alasan yang rasional, padahal tidak saja khalayak tersebut menggunakan alsan yang rasional saja, tidak jarang khalayak mengunakan media massa karena kebetulan bahkan mungkin terpaksa mengunakan suatu media karena tidak ada media massa lain yang dapat digunakan, atau tidak dapat memilih jenis isinya.
Kita ambil contoh, sambil menunggu pelayanan obat di apotik, maka individu menggunakan media televisi yang ada. Penggunaan media ini mungkin karena hanya faktor kebetulan saja, atau mungkin tidak ada media lain yang dapat anda gunakan (artinya anda terpaksa menggunakannya), dan anda terpaksa menggunakan jenis isi yang ada dalam suatu canel karena ditonton bersama-sama. Penggunaan disini bukan karena alasan yang rasional, memang anda membutuhkan informasi dari suatu media, tetapi mungkin anda memiliki alasan tidak rasional mengunakan media massa tersebut hanya untuk mengisi waktu luang saja.
Perse and Courtright (1993) dalam Tankard (1997 : 334) mengindentifikasikan 11 jenis Needs (kebutuhan) baik dalam komunikasi massa maupun komunikasi antar persona, yaitu :
1. To relax
2. To be entertained
3. To forget work or other thing
4. To have to do with friends
5. To pass the time away
6. To feel excited
7. To Fell less lonely
8. To satisfy a habit
9. To learn things abouth my self and others
10. To let others know I care abouth their feelings
11. To get someones to do samething for me

Secara umum, inilah kelebihan dan kelemahan dari uses and gratifications:
Kelebihan Kekurangan
1. Memfokuskan perhatian pada individu dalam melihat proses komunikasi massa.
2. Respek pada kemampuan intelektual dari pengguna media.
3. Menyediakan analisis yang mencerahkan bagaimana pengguna berinteraksi dengan isi media
4. Membedakan antara pengguna yang aktif dengan yang pasif.
5. Mempelajari media sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.
6. Menyediakan wawasan yang berguna untuk dalam proses adopsi terhadap media baru. 1. Bergantung pada analisis fungsional, yang dapat menciptakan bias terhadap status quo.
2. Tidak dapat dengan mudah memberi petunjuk ada tidaknya efek.
3. Banyak konsep-konsep kuncinya dikritik, karena tidak dapat diukur
4. Terlalu berorientasi pada level mikro.
(Baran & Davis, 2009:242)
Teori Proses Selektif
Teori proses selektif ( selective processes theory) ini merupakan hasil penelitian lanjutan tentang efek media massa pada Perang Dunia II yang mengatakan bahwa penerimaan selektif media massa mengurangi sejumlah dampak media. Teori ini menilai orang cenderung melakukan selective exposure (terpaan selektif). Mereka menolak pesan yang berbeda dengan kepercayaan mereka.
Tahun 1960, Joseph Klapper menerbitkan kajian penelitian efek media massa yang tergabung dalam penelitian pasca perang tentang persuasi, pengaruh pesona dan proses selektif. Klapper menyimpulkan bahwa pengaruh media itu lemah, presentase pengaruhnya kecil bagi pemilih dalam pemilihan umum, pasar saham, dan para pengiklan.
Teori Pembelajaran Sosial
Selama beberapa tahun kesimpulan Klapper dirasakan kurang memuaskan. Penelitian dimuali lagi dengan memakai pendekatan baru, yang dapat menjelaskan pengaruh media yang tak dapat disangkal lagi, terutama televisi, terhadap remaja. Muncullah teori baru efek media massa yaitu sosial learning theory (teori pembelajaran sosial). Teori ini kini diaplikasikan pada perilaku konsumen, kendati pada awalnya menjadi bidang penelitian komunikasi massa yang bertujuan untuk memahami efek terpaan media massa.
Berdasarkan hasil penelitian Albert Bandura, teori ini menjelaskan bahwa pemirsa meniru apa yang mereka lihat di televisi, melalui suatu proses observational learning (pembelajaran hasil pengamatan) Klapper menganggap bahwa ”ganjaran” dari karakter TV diterima mereka sebagai perilaku antisosial, termasuk menjadi toleran terhadap perilaku perampokan dan kriminalitas, menggandrungi kehidupan glamor seperti di televisi.

Kesimpulan
Dari pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan suatu tindakan ( act ) yang selalu dilakukan dan sangat penting untuk menyelaraskan pemikiran, makna dan pesan yang disampaikan komunikator kepada komunikan. Dapat dikatakan pula komunikasi sebagai transfer atau proses pemindahan ide, pesan atau informasi dari komunikator kepada bkomunikan baik secara langsung maupun menggunakan perantara. Perantara yang dimaksud disini adalah media, maka muncul istilah Media komunikasi massa yang terdiri dari media cetak dan media elektronik.
Dalam perkembangannya komunikasi massa mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap perubahan budaya dan perilaku baik pola pikir maupun pola hidup masyarakat yang terangkum dalam suatu perilaku.
Media komunikasi massa mempunyai peranan penting dalam membentuk jati diri bangsa, diamping itu pula memiliki peran yang dapat mengubah budaya dimasyarakat sehingga nilai serta norma – norma terkadang melenceng dari aturan yang telah lama melekat dan akhirnya menjadi pandangan hidup bangsa.
Komunikasi massa merupakan komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak maupun elektronik yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang melembagakan dan ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar dibanyak tempat, anonim dan heterogen ( Dedy Mulyana, 2000 ), maksud dari pengertian tersebut, salah satu jenis – jenis dari bentuk komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, bermacam – macam dan tanpa nama melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.

Leave a comment