TEORI KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI

Definisi KAP
KAP adalah komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih, baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan orang (Wiryanto, 2004).
Komunikasi Interpersonal (KIP) adalah interaksi orang ke orang, dua arah, verbal dan non verbal. Saling berbagi informasi dan perasaan antara individu dengan individu atau antar individu di dalam kelompok kecil (Febrina, 2008)
KIP Antara Dua Orang adalah komunikasi dari seseorang ke orang lain, dua arah interaksi verbal dan nonverbal yang menyangkut saling berbagi informasi dan perasaan.
KIP Antara Tiga Orang atau lebih, menyangkut komunikasi dari orang ke beberapa oarng lain (kelompok kecil). Masing-masing anggota menyadari keberadaan anggota lain, memiliki minat yang Pendekatan KAP
Tiga pendekatan utama tentang pemikiran KAP berdasarkan:
1. Komponen-komponen utama.
2. Hubungan diadik.
3. Pengembangan

Komponen-Komponen Utama
Bittner (1985:10) menerangkan KAP berlangsung, bila pengirim menyampaikan informasi berupa kata-kata kepada penerima dengan menggunakan medium suara manusia (human voice).
Menurut Barnlund (dikutip dalam Alo Liliweri: 1991), ciri-ciri mengenali KAP sebagai berikut:
1. Bersifat spontan.
2. Tidak berstruktur.
3. Kebetulan.
4. Tidak mengejar tujuan yang direncanakan.
5. Identitas keanggotaan tidak jelas.
6. Terjadi sambil lalu.

Hubungan Diadik
Hubungan diadik mengartikan KAP sebagai komunikasi yang berlangsung antara dua orang yang mempunyai hubungan mantap dan jelas.
Untuk memahami perilaku seseorang, harus mengikutsertakan paling tidak dua orang peserta dalam situasi bersama (Laing, Phillipson, dan Lee (1991:117).
Trenholm dan Jensen (1995:26) mendefinisikan KAP sebagai komunikasi antara dua orang yang berlangsung secara tatap muka (komunikasi diadik). Sifat komunikasi ini adalah:
1. Spontan dan informal.
2. Saling menerima feedback secara maksimal.
3. Partisipan berperan fleksibel.
Trenholm dan Jensen (1995:227-228) mengatakan tipikal pola interaksi dalam keluarga menunjukkan jaringan komunikasi.

Pengembangan
KAP dapat dilihat dari dua sisi sebagai perkembangan dari komunikasi impersonal dan komunikasi pribadi atau intim. Oleh karena itu, derajat KAP berpengaruh terhadap keluasan dan kedalaman informasi sehingga merubah sikap.

Efektifitas KAP
KAP merupakan komunikasi paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang.
Menurut Kumar (2000: 121-122), lima ciri efektifitas KAP sebagai berikut:
1. Keterbukaan (openess).
2. Empati (empathy).
3. Dukungan (supportiveness).
4. Rasa positif (positiveness).
5. Kesetaraan (equality).
Feedback yang diperoleh dalam KAP berupa feedback positif, negatif dan netral.
Prinsip mendasar dalam komunikasi manusia berupa penerusan gagasan.
David Berlo (1997:172) mengembangkan konsep empati menjadi teori komunikasi. Empat tingkat ketergantungan komunikasi adalah:
1. Peserta komunikasi memilih pasangan sesuai dirinya.
2. Tanggapan yang diharapkan berupa umpan balik.
3. Individu mempunyai kemampuan untuk menanggapi, mengantisipasi bagaimana merespon informasi, serta mengembangkan harapan-harapan tingkah laku partisipan komunikasi.
4. Terjadi pergantian peran untuk mencapai kesamaan pengalaman dalam perilaku empati.
Berlo membagi teori empati menjadi dua:
1.Teori Penyimpulan(inference theory), orang dapat mengamati atau mengidentifikasi perilakunya sendiri.
2. Teori Pengambilan Peran (role taking theory), seseorang harus lebih dulu mengenal dan mengerti perilaku orang lain.
Tahapan proses empati :
1. Kelayakan (decentering).
2. Pengambilan peran (role taking).
3. Empati komuniksi (empathic communication).

Kelayakan (decentering)
Bagaimana individu memusatkan perhatian kepada orang lain dan
mempertimbangkan apa yang dipikirkan dan dikatakan orang lain tersebut.
Pengambilan peran (role taking)
Mengidentifikasikan orang lain ke dalam dirinya, menyentuh kesadaran diri melalui
orang lain.
Tingkatan dalam pengambilan peran:
1. Tingkatan budaya (cultural level), mendasarkan keseluruhan karakteristik dari
norma dan nilai masyarakat.
2. Tingkatan sosiologis (sociological level), mendasarkan pada asumsi sebagian
kelompok budaya.
3. Tingkatan psikologis (psycological level), mendasarkan pada apa yang dialami oleh individu.

Empati komunikasi (empathic communication)
Empati komunikasi meliputi penyampaian perasaan, kejadian, persepsi atau proses yang menyatakan tidak langsung perubahan sikap/perilaku penerima.
Blumer mengembangkan pemikiran Mead melalui pokok pikiran interaksionisme simbolik yaitu “Manusia bertindak (act) terhadap sesuatu (thing) atas dasar makna (meaning) yang dipunyai objek tersebut bagi dirinya.

Teori fungsional.
Kata fungsional disini hakekatnya ini bukanlah sebuah teori, melainkan suatu perspektif yang dapat digunakan sebagai pijakan teori. Beberapa teori komunikasi menggunakan perspektif fungsional ini.

Teori-teori Struktural dan Fungsional
Bagian ini memasukkan kelompok utama pendekatan-pendekatan yang tergabung secara samar dalam ilmu sosial. Meski makna istilah strukturalisme dan
fungsionalisme kurang begitu tepat, tetapi keduanya percaya bahwa struktur sosial adalah hal yang nyata dan berfungsi dalam cara yang dapat diamati secara objektif.
Sebagai contoh, pengamat komunikasi mungkin berasumsi bahwa hubungan personal merupakan sesuatu yang nyata dengan bagian-bagian yang disusun secara khusus, seperti juga rumah yang merupakan suatu yang nyata dengan material yang disusun sesuai rencana. Disini hubungan dilihat sebagai struktur sosial. Pengamat akan berasumsi lebih jauh bahwa hubungan yang ada bersifat tidak statis tetapi memiliki atribut seperti ikatan, ketergantungan, kekuatan, kepercayaan dan sebagainya.

Meskipun strukturalisme dan fungsionalisme seringkali digabung, tetapi keduanya tetap berbeda dalam penekanannya. Strukturalisme yang berakar pada linguistik, menekankan pada organisasi bahasa dan sistem sosial. Fungsionalisme yang berakar pada biologi, menekankan pada cara-cara sistem yang terorganisasi bekerja untuk menunjang dirinya. Sistem terdiri atas variabel-variabel yang berhubungan timbal balik dengan variabel lain dalam sebuah fungsi network. Perubahan pada satu variabel akan mengakibatkan perubahan pada yang lain. Peletakan dua pendekatan ini secara bersama-sama menghasilkan suatu gambaran sistem sebagai struktur elemen dengan hubungan yang fungsional. Sebagai contoh, beberapa peneliti komunikasi organisasi menggunakan pendekatan struktural-fungsional dalam kerja mereka. Mereka melihat organisasi sebagai suatu sistem dimana bagian-bagian yang terkait membentuk departemen, tingkatan, perilaku umum, suasana, aktivitas kerja dan produk.

Teori kebutuhan hubungan interpersonal
Teori sistem dan komunikasi dalam hubungan
Salah sastu bagian dalam lapangan komunikasi yang dikenal sebagai relational communication sangat dipengaruhi oleh teori sistem. Apakah Sistem itu ? Suatu sistem merupakan serangkaian hal yang saling berhubungan satu sama lain dan membentuk suatu keseluruhan. Suatu sistem terdiri dari empat unsur. Yang pertama yaitu obyek. Obyek adalah bagian, elemen, atau variabel dari sebuah sistem. Bagian tersebut dapat berupa fisik atau abstrak atau keduanya, bergantung pada hakekat sistem. Kedua, sistem terdiri dari sifat, kualitas, atau ciri dari sistem dan obyeknya. Ketiga, suatu sisem mempunyai hubungan internal diantara obyek-obyeknya. Ini merupakan karakteristik penting yang membatasi kualitas sistem dan merupakan tema utama yang akan diuraikan secara rinci pada bab ini. Keempat, sistem mempunyai lingkungan. Sistem tidak muncul dalam ruang kosong tetapi dipengaruhi oleh lingkungannya.
Inti dari kerja ini adalah asumsi bahwa fungsi komunikasi interpersonal untuk membuat, membina, dan mengubah hubungan dan bahwa hubungan pada gilirannya akan mempengaruhi sifat komunikasi interpersonal.

Teori disonansi kognitif
Teori Leon Festinger mengenai dissonansi kognitif merupakan salah satu teori yang paling penting dalam sejarah psikologi sosial. Selama bertahun-tahun teori ini menghasilkan sejumlah riset dan mengisi aliran kritik, interpretasi, dan extrapolasi.
Festinger mengajarkan bahwa dua elemen kognitif termasuk sikap, persepsi, pengetahuan, dan perilaku. Tahap pertama yaitu posisi nol, atau irrelevant, kedua yaitu konsisten, atau consonant dan ketiga yaitu inkonsisten, atau dissonant. Dissonansi terjadi ketika satu elemen tidak diharapkan mengikuti yang lain. Jika kita pikir merokok itu berbahaya bagi kes ehatan, mereka tidak berharap kita merokok. Apa yang konsonan dan dissonan bagi seseorang tidak bisa berlaku b agi orang lain. Jadi kita harus selalu menanyakan apa yang konsisten dan yang tidak konsisten dalam sistem psik ologis orang itu sendiri.
Dua premis yang menolak aturan teori dissonansi. Pertama yaitu bahwa dissonansi menghasilkan ketegangan atau penekanan yang menekan individu agar berubah sehingga dissonansi terkurangi. Kedua, ketika dissonansi hadir, individu tidak hanya berusaha menguranginya, melainkan juga akan menghindari situasi dimana dissonansi tambahan bisa dihasilkan.
Semakin besar dissonansi, semakin besar kebutuhan untuk menguranginya. Contoh, semakin perokok tidak konsisten dengan pengetahuannya mengenai efek negatif merokok, semakin besar dorongan untuk berhenti merokok. Dissonansi itu sendiri merupakan hasil dari dua variabel lain, kepentingan elemen kognitif dan sejumlah elemen yang terlibat dalam hubungan yang dissonan. Dengan kata lain, jika kita mempunyai beberapa hal yang tidak konsisten dan jika itu penting untuk kita, kita akan mengalami dissonansi yang lebih besar. Jika kesehatan tidak penting, pengetahuan bahwa merokok itu buruk bagi kesehatan kemungkinan tidak mempengaruhi perilaku perokok secara aktual.
Kebanyakan teori dan riset mengenai dissonansi kognitif disekitar situasi yang bervariasi dimana dissonansi sebenarnya dihasilkan. Ini memasukkan situasi seperti pembuatan keputusan, persetujuan yang terpaksa, inisiatif, dukungan sosial, dan usaha yang sungguh-sungguh.
Jumlah dissonansi sebuah pengalaman sebagai hasil keputusan bergantung pada empat variabel, pertama dan yang terpenting yaitu keputusan. Keputusan tertentu, yaitu seperti ketinggalan sarapan, mungkin tidak dan menghasilkan sedikit dissonansi, tetapi membeli mobil dapat menghasilkan banyak dissonansi.
Variabel kedua adalah sifat menarik alternatif yang dipilih. Hal lain yang mirip, bahwa semakin kurang atraktif alternatif pilihan, semakin besar dissonansi. Kita kemungkinan akan menderita lebih banyak dissonansi dari membeli mobil butut daripada mobil yang masih mulus.
Ketiga, semakin besar sifat atraktif yang diketahui dari alternatif yang dipilih, semakin terasa dissonansi. Jika kita berharap kita dapat menabung untuk pergi ke Eropa disamping membeli mobil, kita akan menderita dissonansi.
Keempat, semakin tinggi tingkat similaritas atau tumpang tindih diantara alternatif, semakin kurang dissonansi. Jika kita berdebat diantara dua mobil yang sama, membuat keputusan dengan bertujuan pada salah satu tidak akan menghasilkan banyak dissonansi, tetapi jika kita memutuskan antara membeli mobil dan pergike Eropa, kita akan memiliki banyak dissonansi.
Teori dissonansi juga membuat beberapa prediksi lain. Teori itu meramalkan, misalnya, bahwa semakin sulit inisiatif seseorang terhadap kelompok, semakin besar komitmen orang itu untuk berkembang. Semakin banyak dukungan sosial yang seseorang terima dari teman terhadap ide atau tindakan, semakin besar tekanan untuk percaya pada ide atau tindakan itu. Semakin besar jumlah usaha yang diterapkan dalam tugas, semakin orang akan merasionalisasi nilai tugas tersebut.

Teori self disclosure
Disclosure dan understanding merupakan tema penting dalam teori komunikasi pada tahun ’60 dan ‘70-an. Sebagian besar sebagai konsekuensi aliran humanistik dalam psikologi, sebuah ideologi “honest communication” muncul, dan beberapa dari pemikiran kita tentang apa yang membuat komunikasi interpersonal itu baik dipengaruhi oleh gerakan ini. Didorong oleh karya Carl Rogers, disebut Third Force begitu dalam psikologi menyatakan bahwa tujuan komunikasi adalah meneliti pemahaman diri dan orang lain dan bahwa pengertian hanya dapat terjadi dengan komunikasi yang benar.
Menurut psikologi humanistik, pemahaman interpersonal terjadi melalui self-disclosure, feedback, dan sensitivitas untuk mengenal / mengetahui orang lain. Misunderstanding dan ketidakpuasan dalam hubungan diawali oleh ketidakjujuran, kurangnya kesamaan antara tindakan seseorang dengan perasaannya, miskin feedback, serta self disclosure yang ditahan.
Banyak riset pengenalan diri muncul dari gerakan humanistik ini. Seorang teoritisi yang menggali proses self-disclosure ini adalah Sidney Jourard. Uraiannya bagi kemanusiaan sifatnya terbuka dan transparan. Transparansi berarti membiarkan dunia untuk mengenal dirinya secara bebas dan pengenalan diri seseorang pada orang lain. Hubungan interpersonal yang ideal menyuruh orang agar membiarkan orang lain mengalami mereka sepenuhnya dan membuka untuk mengalami orang lain sepenuhnya.
Jourard mengembangkan gagasan ini setelah mengamati bahwa sakit mental cenderung tertutup bagi dunia. Dia menemukan bahwa mereka menjadi sehat ketika mereka bersedia mengenalkan dirinya pada ahli terapi. Kemudian, Jourard menyamakan kesakitan (sickness) dengan ketertutupan dan kesehatan dengan
transparansi. Jourard melihat pertumbuhan – pergerakan orang menuju cara
berperilaku yang baru- sebagai hasil langsung dari keterbukaan pada dunia. Orang yang sakit sifatnya tetap dan stagnan; pertumbuhan orang akan sampai pada posisi hidup baru. Selanjutnya, perubahan merupakan esensi dari pertumbuhan personal.
Personal growth melekat pada komunikasi interpersonal sebab dunia merupakan sosial yang sangat luas. Untuk menerima perubahan seseorang itu sendiri meminta kita untuk menetapkan bahwa kita juga diterima oleh orang lain. Pertumbuhan akan sulit jika orang-orang di sekitar kita tidak membuka untuk penerimaan kita sendiri.
Sekarang kita mengerti self-disclosure sebagai proses yang lebih kompleks daripada yang dilakukan pada tahun ’60 dan ‘70-an. Sebagai contoh pemikiran terbaru atas subyek ini, Sandra Petronio meletakkan secara bersamaan serangkaian ide mengenai kompleksitas self-disclosure dalam relationship. Teori ini berdasar pada risetnya sendiri dan survey pada sejumlah banyak kajian lain dengan topik pengembangan hubungan dan disclosure. Dia menerapkan teori ini pada pasangan yang menikah khususnya, selain juga dapat diterapkan pada bermacam-macam; hubungan.
Menurut Petronio, individu terlibat dalam hubungan secara konstan menjadi bagian dalam proses pengaturan yang membatasi antara publik dan privat, antara perasaan dan pikiran yang mereka mau berbagi dengan sang patner dengan perasaan dan pikiran yang tidak mau mereka bagi.
Permainan diantara kebutuhan untuk berbagi dan kebutuhan untuk melindungi diri ini sifatnya konstan dan mendorong pasangan untuk membicarakan dan mengkoordinasi batasan mereka. Kapan kita diketahui dan kapan tidak ? dan ketika pasangan memberitahukan informasi personal, bagaimana kita merespon ?
Ketika orang memberi tahu sesuatu, dia sedang membuat permintaan pada orang lain untuk meresponnya dengan sesuai. Demand / permintaan dan respond perlu dikoordinasi. Ketika kita memberi tahu sesuatu pada patner kita, dia dapat merespon dalam cara yang membantu kualitas hubungan dan kebahagiaan atau dalam cara yang tidak begitu.
Selanjutnya, pengaturan batasan memerlukan pertimbangan dan pikiran. Orang membuat keputusan mengenai bagaimana dan kapan untuk memberi tahu, dan mereka memutuskan mengenai bagaimana merespon permintaan orang lain. Bermacam-macam strategi langsung dan tidak langsung dapat diusahakan, dan problem yang berulang bagi pasangan yaitu mengkoordinasi jenis-jenis disclosure dan respon yang mereka gunakan. Contoh, ketika kita membuat disclosure yang langsung dan jelas, kita biasanya menginginkan respon yang juga langsung dan jelas, dan ketika kita membuat disclosure yang samar dan implisit, kita mungkin ingin diberi lebih banyak waktu untuk mendalami situasi, mungkin secara coba-coba, dengan patner kita.
Sejauh ini, semua teori yang dibahas menunjukkan bagaimana pentingnya informasi dalam penguatan hubungan. Kita kadang-kadang memantau informasi yang disediakan oleh orang lain dan memberi informasi mengenai diri kita sendiri.

Teori penetrasi sosial
Salah satu proses yang paling luas dikaji atas perkembangan hubungan adalah penetrasi sosial. Secara garis besar, ini merupakan ide bahwa hubungan menjadi labih akrab seiring waktu ketika patner memberitahukan semakin banyak informasi mengenai mereka sendiri. Selanjutnya, social penetration merupakan proses peningkatan disclosure dan keakraban dalam hubungan.

Altman dan Taylor (1973) mengemukakan suatu model perkembangan hubungan yang disebut social penetration atau penetrasi social, yaitu suatu proses di mana orang saling mengenal satu dengan lainnya. Model ini selain melibatkan self-disclosure juga menjelaskan bilamana harus melakukan self-disclosure dalam perkembangan hubungan.

Penetrasi merupakan proses bertahap, dimulai dari komunikasi basa-basi yang tidak akrab dan terus berlangsung hingga menyangkut topic pembicaraan yang lebih pribadi/akrab, seiring dengan berkebangnya hubungan. Di sini orang akan membiarkan orang lain untuk lebih mengenal dirinya secara bertahap. Dalam proses ini biasanya orang akan menggunakan persepsinya untuk menilai keseimbangan antara upaya dan ganjaran (costs and rewards) yang diterimanya atas pertukaran yang terus berlangsung untuk memperkirakan proses hubungan mereka. Jika perkiraan tersebut menjanjikan kesenangan/keuntungan, maka mereka secara bertahap akan bergerak menuju tingkat hubungan yang lebih akrab.

Altman dan Taylor menggunakan bawang merah (onion) sebagai analogi untuk menjelaskan bagaimana orang melalui interaksi saling mengelupas lapisan-lapisan informasi mengenai diri masing-masing. Lapisan luar berisi informasi superficial seperti nama, alamat atau umur. Ketika lapisan-lapisan ini sudah terkelupas; kita semakin mendekati lapisan terdalam yang berisi informasi yang lebih mendasar tentang kepribadian. Altman dan Taylor juga mengemukakan adanya dimensi “keleluasaan” dan “kedalaman” dari jenis-jenis informasi, yang menjelaskan bahwa pada setiap lapisan kepribadian. Keleluasaan mengacu pada banyaknya jenis-jenis informasi pada lapisan tertentu yang dapat diketahui oleh orang lain dalam pengembangan hubungan. Dimensi kedalaman mengacu pada lapisan informasi mana (yang lebih pribadi atau superficial) yang dapat dikemukakan pada orang lain. Kedalaman ini akan diasumsikan terus meniungkat sejalan dengan perkembangan hubungan. Model ini menggambarkan perkembangan hubungan sebagai suatu proses, dimana hubungan adalah sesuatu yang terus berlangsung dan berubah.
Altman dan Taylor menunjukkan bahwa perkembangan hubungan bukan hanya melibatkan peningkatan penetrasi sosial. Juga terlalu sering melibatkan keakraban yang menurun, ketidakteraturan, dan tanpa solusi. Altman dan Taylor menyarankan bahwa reward terkurangi dan cost meningkat pada level komunikasi yang lebih akrab, proses penetrasi sosial akan terbentuk dan hubungan akan mulai mengambil bagian.

Process View.
Agak berbeda dengan teori sebelumnya, Steve Duck (1985) menganggap bahwa kualitas dan sifat hubungan dapat diperkirakan hanya dengan mengetahui atribut masing-masing sebagai individu dan kombinasi antara atribut-atribut tadi. Sebagai contoh, seorang ibu yang langsung menanggapi anaknya yang menangis akan membentuk hubungan ibu-anak yang berbeda dengan ibu lain yang menunggu sekian lama sebelum menanggapi anaknya yang menangis. Meskipun demikian mengetahui atribut masing-masing hanyalah salah satu aspek yang mempengaruhi hubungan. Untuk mengenali tahap (kualitas hubungan) yang terjadi kita dapat melihatnya dari bagaimana saling menanggapi. Lebih jauh Duck mengungkapkan bahwa hubungan tidak selalu berkembang dalam bentuk linear dan berjalan mulus, dan bahwa orang tidak selalu aktif mencari informasi mengenai partnernya, baisanya malahan informasi tersebut didapat secara kebetulan dan bukan sengaja dicari. Bagi Duck tidak semua hubungan akrab, tidak semua hubungan berkembang, dan hubungan dapat sekaligus stabil dan memuaskan.

Social Exchange.
Teori ini menelaah bagaimana kontribusi seseorang dalam suatu hubungan mempengaruhi kontribusi orang lainnya. Thibaut dan Kelley, pencetus teori ini, mengemukakan bahwa yang mengevaluasi hubungannya dengan orang lain. Dengan mempertimbangkan konsekuensinya, khususnya terhadap ganjaran yang diperoleh dan upaya yang telah dilakukan, orang akan tetap memutuskan untuk tetap tingal dalam hubungan tersebut atau meninggalkannya (mempertahankan hubungan datau mengakhirinya). Ukuran bagi keseimbangan antara ganjaran dan upaya ini disebut comparisons level, dimana di atas ambang ukuran tersebut orang akan merasa puas dengan hubungannya. Misalnya kita beranggapan bahwa dasar dari persahabatan adalah kejujuran. Kita mengetahui bahwa sahabat kita berusaha untuk menipu, maka kita akan mempertimbangkan kembali hubungan persahabayan dengannya. Mungkin kita akan memutuskan untuk mengakhiri hubungan demi kebaikan, dengan kejujuran sebagai ambang ukuran, kita merasa bahwa ganjaran yang kita peroleh tidak sesuai dengan upaya kita untuk mempertahankan kejujuran dalam hubungan.

Sementara itu comparison level of alternatives merupakan hasil terendah/terburuk dalam konteks ganjaran dan upaya yang dapat ditolerir seseorang dengan mempertimbangkan alternative-alternatif yang dia miliki. Jika seseorang tidak banyak memiliki alternative hubungan maka dia akan memberikan standar yang cukup itu seringkali dirasakan merugikan bagi dirinya, namun karena tidak banyak memiliki alternative hubungan, dia akan berusaha mempertimbangkan hubungan tersebut. Sedangkan orang yang banyak memiliki alternative akan lebih mudah meninggalkan suatu hubungan bila dirasakan bahwa hubungan tersebut sudah tidak memuaskan lagi. Konsekuansi suatu hubungan dan konsekuaensi yang digunakan akan berubah seiring dengan perjalanan hubungan tersebut.

Roloff (1981) mengemukakan bahwa asumsi tentang perhitungan antara ganjaran dan upaya (untung-rugi) tidak berarti bahwa orang selalu berusaha untuk saling mengeksploitasi, tetapi bahwa orang lebih memilih lingkungan dan hubungan yang dapat memberikan hasil yang diinginkannya. Tentunya kepentingan masing-masing orang akan dapat dipertemukan untuk dapat saling memuaskan daripada hubungan yang eksploitatif. Hubungan yang ideal akan terjadi bilamana kedua belah pihak dapat saling memberikan cukup keuntungan sehingga hubungan menjadi sumber yang dapat diandalkan bagi kepuasan kedua belah pihak.

Teori Hipotesis Kecocokan (Matching Hipothesis)
Walster dan Berscheid menjelaskan bahwa kita berkawan dan berkencan dengan mereka yang setara dengan kita dalam ha daya tarik fisik. Walaupun kita mungkin tertarik kepada orang-orang yang secara fisik paling menarik, kita berkencan dan berkawan dengan orang-orang yang mirip dengan kita dalam hal daya tarik fisik. Contoh kasus, Jika anda bertanya kepada sekelompok kawan, “Kepada siapa anda merasa tertarik?” mereka mungkin sekali akan menyebutkan nama-nama orang yang paling menarik yang mereka ketahui.

Teori Saling Melengkapi (Complementarity)
Theodore Reik, berpendapat bahwa kita jatuh cinta kepada orang yang memiliki karakteristik yang tidak kita miliki dan bahwa sebenarnya kita merasa iri. Orang tertarik kepada orang lain yang tidak serupa hanya dalam situasi-situasi tertentu., Sebagai contoh, mahasiswa yang patuh dapat sangat cocok dengan seorang dosen yang agresif, tetapi mahasiswa ini tidak bias hidup cocok dengan istri atau suami yang agresif. Istri yang dominant mungkin cocok dengan suami yang penurut tetapi mungkin tidak cocok untuk beraul dengan teman yang penurut.
Teori ini meramalkan bahwa orang akan tertarik kepada mereka yang tidak serupa dengannya (artinya, tidak dogmatis).

Leave a comment